Penulis: Mujur (Mahasiswa Rekayasa Perangkat Lunak UM Palopo)
Kualitas sebuah bangsa di abad
ke-21 tidak lagi diukur dari kekayaan alamnya, melainkan dari kekuatan inovasi
dan kapasitas pengetahuannya. Dan salah satu garda terdepan pembentuk kapasitas
itu adalah mahasiswa. Namun, ironisnya, riset dan penelitian yang seharusnya
menjadi denyut nadi kehidupan akademik di kampus, kini mulai kehilangan
tempatnya di hati sebagian besar mahasiswa Indonesia.
Pertanyaannya sederhana tetapi
menggelitik, bagaimana mungkin kita berharap melahirkan penemu kelas dunia jika
mahasiswa kita lebih sibuk menghafal teori daripada mengujinya? Tanpa riset,
mahasiswa hanya menjadi penonton, sementara panggung inovasi global dikuasai
negara lain yang membina budaya penelitian sejak masa kuliah.
Riset mahasiswa bukan hanya soal
menghasilkan laporan akhir atau memenuhi syarat kelulusan. Ia adalah arena
pembuktian intelektual, tempat di mana ide-ide diuji, teori diperdebatkan, dan
solusi nyata lahir. Di laboratorium, lapangan, atau meja kerja penelitian,
mahasiswa belajar bukan hanya apa yang terjadi, tetapi mengapa
dan bagaimana mengubahnya. Di sinilah tumbuh research mindset
yang membedakan pemimpin perubahan dari sekadar pengikut arus.
Fakta di lapangan jelas, perguruan
tinggi yang berhasil menempatkan mahasiswanya di pusat kegiatan riset memiliki
tingkat kontribusi yang signifikan pada publikasi ilmiah, inovasi teknologi,
dan bahkan kebijakan publik. Sebaliknya, universitas yang memperlakukan riset
mahasiswa sekadar formalitas hanya melahirkan lulusan yang pandai menjawab
ujian, tetapi gagap menghadapi masalah nyata.
Kita perlu berani mengakui bahwa
kemunduran riset mahasiswa adalah ancaman strategis. Tanpa keberanian
memperkuat dukungan, baik dalam bentuk pendanaan, fasilitas, maupun
pembimbingan, maka kita sedang mencetak generasi sarjana yang siap memasuki
dunia kerja tetapi tidak siap memimpin perubahan. Lebih berbahaya lagi, kita
membiarkan peluang inovasi nasional direbut oleh bangsa lain.
Pembangunan sumber daya manusia
unggul tidak bisa dilepaskan dari penguatan riset di lingkup mahasiswa. Ini
bukan retorika, ini realitas. Negara yang abai pada riset mahasiswa sedang
menulis surat undangan untuk menjadi penonton abadi dalam kompetisi peradaban.

Posting Komentar